Kalurahan SELOPAMIORO

PERKEMBANGAN teknologi informasi di era digital mempermudah masyarakat mendapatkan akses informasi. Akan tetapi, tidak untuk anak usia dini. Penggunaan aneka teknologi canggih cenderung menimbulkan dampak negatif pada perkembangan anak usia dini.

Menurut penelitian American Psychological Association (APA) tahun 2018. Sebanyak 91 persen generasi Z mempunyai gejala-gejala emosional maupun fisik yang berkaitan dengan stres, seperti depresi dan gangguan kecemasan. Stres adalah faktor terbesar penyebab buruknya kesehatan mental generasi Z.
Peningkatan angka bunuh diri, peningkatan laporan terhadap kasus kekerasan dan pelecehan seksual, hingga pemanasan global dan perubahan iklim adalah beberapa faktor pemicu stres generasi Z. Selain itu generasi Z adalah generasi yang paling akrab dengan media elektronik yang justru menjadi pemicu stress yang begitu dahsyat.

The Rideout, Foehr, and Roberts untuk Kaiser Family Foundation (2010) melaporkan bahwa dalam sehari, generasi Z menghabiskan hampir 8 jam untuk beraktivitas dengan perangkat multimedia elektronik. Generasi Z juga merasakan stres akibat informasi-informasi tak terbendung yang beredar di sekitarnya. Banyaknya jumlah media massa yang berbasis internet atau media daring membuat generasi Z semakin dekat dengan informasi dari seluruh dunia. Seringkali generasi ini memanfaatkan dunia virtual sebagai tempat “pelarian” dari kehidupan nyata. Sayangnya, pola pelarian melalui internet justru membuat kondisi kesehatan mental generasi Z menjadi lebih buruk.

Saatnya kita para pemerhati anak ikut serta mengatasi masalah ini, lewat seminar dan workshop yang bukan hanya memberikan pengetahuan tapi bagaimana kita bertindak ini, kita bisa turut berpartisipasi mengatasi masalah pada generasi Z dengan tindakan nyata.

Dengan bekal pengetahuan, maka kita bisa mengurangi efek gagdet kepada anak kita.